Alamat Lengkap Kraton Yogyakarta
Kraton Yogyakarta |
Alamat Lengkap Kraton Yogyakarta
Alamat : Jl. Rotowijayan 1, Yogyakarta 55133, Indonesia
Phone : (0274) 373 721
Sejarah Keraton Yogyakarta
Keraton
Yogyakarta merupakan sebuah keraton yang didirikan oleh Kesultanan
Yogyakarta. Kesultanan Yogyakarta sendiri pada awalnya merupakan bagian
dari Kerajaan Mataram yang terpecah menjadi dua: Kesunanan Surakarta dan
Kasultanan Yogyakarta.
Ada beberapa versi menganai sejarah keraton Yogyakarta. Berikut Sejarah Awal Keraton Yogyakarta.
Versi 1
Keraton
Yogyakarta pada awalnya merupakan sebuah pesanggrahan yang bernama
"Pesanggrahan Garjitwati". Ini adalah sebuah tempat pesanggrahan kuno
untuk peristirahatan pada saat iring-iringan yang membawa jenazah
raja-raja Mataram.
Versi 2
Awal
mula Keraton Yogyakarta adalah sebuah mata air yang bernama "Umbul
Pacethokan" yang terletak di hutan Beringan. Setelah Perjanjian Giyanti
1755, Sultan Hamenku Buwono I yang sebelumnya mendiami Pesanggrahan
Ambar Ketawang membangun sebuah keraton di Umbul pacethokan sebagai
pusat pemerintahan.
sasono hinggil |
Sejarah Awal Keraton (Kerajaan Mataram)
Mataram
didirikan oleh Ki Ageng Pamanahan. Tanah kekuasaan tersebut diberikan
oleh Sultan Pajang pada tahun 1558 Masehi setelah Ki Ajeng Pamanahan
berhasil mengalahkan musuhnya yaitu Aryo Penangsang.
Sebuah
keraton di daerah Kota Gede dibangun pada tahun 1577 oleh Ki Ageng
Pamanahan sebagai pusat pemerintahan hingga akhirnya beliau mangkat pada
tahun 1584 sebagai pengikut Sultan Pajang.
Setelah
Ki Ageng wafat, kekuasaan Mataram diteruskan oleh putera dai Ki Ageng
Pamanahan yaitu Sutawijaya. Ternyata pengangkatan Sutawijaya sebagai
penguasa baru Mataram adalah hal yang sangat fatal karena dia tidak mau
tunduk kepada Sultan Pajang. Sutawijaya berniat menghancurkan Kasultanan
Pajang untuk memperluas wilayah kekuasaan Mataram.
Akhirnya
Sultan Pajang mengetahui niat tersebut dan memutuskan menyerang Mataram
pada tahun 1587. Namun tak dapat disangka, pasukan Sultan Pajang yang
berupaya menyerang Mataram ini terkena dampak letusan Gunung Merapi yang
begitu besar pada saat itu, dan akhirnya menghancurkan seluruh pasukan
Kesultanan Pajang. Berkat kejadian yang tidak diduga tersebut Sutawijaya
dan pasukan Mataram dapat selamat.
Satu
tahun setelahnya, Mataram menjadi sebuah kerajaan dan Sutawijaya
menasbihkan dirinya sebagai Raja Mataram dengan gelar Panembahan
Senopati, Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama yang berarti Panglima
Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. Mulai saat itu Kerajaan
Mataram berkembang pesat menjadi sebuah kerajaan yang besar dan menjadi
penguasa Pulau Jawa yang besar dan disegani.
Setelah
mangkatnya Panembahan Senopati pada tahun 1601 Raja Mataram selanjutnya
digantikan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang dikenal juga dengan
gelar Panembahan Seda ing Krapyak. Setelah wafatnya pada tahun 1613, Mas
Jolang digantikan lagi oleh anaknya yaitu Pangeran Arya Martapura dan
dilanjutkan oleh kakaknya yakni Raden Mas Rangsang yang juga lebih
dikenal sebagai Prabu Pandita Hanyakrakusuma, dan bergelar Sultan Agung
Senapati Ingalaga Abdurrahman.
Pada
masa Kekuasaan Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung inilah kerajaan
Mataram berada pada puncak kejayaannya dan berkembang dengan sangat
pesat disegala bidang. Kerajaan Mataram semakin kuat dan makmur sampai
akhirnya Sultan Agung digantikan oleh puteranya yaitu Amangkurat I pada
tahun 1645.
Sejarah Keraton Yogyakarta Berawal Dari Perjanjian Giyanti
Masa
kejayaan Kerajaan Mataram akhirnya mengalami kemunduran.
Kejadian-kejadian yang berbau konflik perebutan kekuasaan dari dalam
maupun luar istana akhirnya meruntuhkan Kerajaan Mataram. Hal ini dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh VOC pada masa penjajahan Belanda.
Perebutan
kekuasaan di Kerajaan Mataram ini berkahir dengan adanya Perjanjian
Giyanti pada bulan Februari di tahun 1755. Pada Perjanjian Giyanti ini
memutuskan untuk membagi kekuasan Kerajaan Mataram menjadi 2 yaitu
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Dan dalam perjanjian itu
juga menetapkan Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan di Kasultanan
Yohyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Kira-kira
satu bulan setelah terjadinya Perjanjian Giyanti tersebut, Sri Sultan
Hamengku Buwono I yang pada saat itu tinggal di Pesanggrahan Ambar
Ketawang mendirikan sebuah keraton di pusat kota Yogyakarta yang kita
lihat sekarang ini sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta.
Sejarah Keraton Yogyakarta Dari Sisi Filosofi Dan Mitologi
Sejarah
Keraton Yogyakarta yang panjang itu tentu saja membuat Keraton
Yogyakarta tidak dibangun dengan begitu saja. Banyak sekali nilai-nilai
folosofis yang ditanam dalam pembangunan Keraton Yogyakarta ini.
Arsitektur Keraton Yogyakarta sendiri adalah Sri Sultan Hamengku Buwono I
yang merupakan seorang arsitek yang sangat hebat pada masanya.
Keraton
Yogyakarta atau dalam bahasa aslinya Karaton Kasultanan Ngayogyakarta
merupakan tempat tinggal resmi para Sultan yang bertahta di Kesultanan
Yogyakarta. Karaton artinya tempat dimana "Ratu" (bahasa Jawa yang dalam
bahasa Indonesia berarti Raja) bersemayam. Dalam kata lain
Keraton/Karaton (bentuk singkat dari Ke-ratu-an/Ka-ratu-an) merupakan
tempat kediaman resmi/Istana para Raja. Artinya yang sama juga
ditunjukkan dengan kata Kedaton. Kata Kedaton (bentuk singkat dari
Ke-datu-an/Ka-datu-an) berasal dari kata "Datu" yang dalam bahasa
Indonesia berarti Raja. Dalam pembelajaran tentang budaya Jawa, arti ini
mempunyai arti filosofis yang sangat dalam.[Murdani Hadiatmaja]
Keraton Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyak arti dan makna filosofis yang terdapat di seputar dan sekitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta ini juga diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu kental. Filosofi dan mitologi tersebut tidak dapat dipisahkan dan merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yang bernama keraton. Penataan tata ruang keraton, termasuk pula pola dasar landscape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang dipergunakan, bentuk arsitektur dan arah hadap bangunan, benda-benda tertentu dan lain sebagainya masing-masing memiliki nilai filosofi dan/atau mitologinya sendiri-sendiri.
Tata ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garis lurus Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak serta diapit oleh S. Winongo di sisi barat dan S. Code di sisi timur. Jalan P. Mangkubumi (dulu Margotomo), jalan Malioboro (dulu Maliyoboro), dan jalan Jend. A. Yani (dulu Margomulyo) merupakan sebuah boulevard lurus dari Tugu menuju Keraton. Jalan D.I. Panjaitan (dulu Ngadinegaran) merupakan sebuah jalan yang lurus keluar dari Keraton melalui Plengkung Nirboyo menuju Panggung Krapyak. Pengamatan citra satelit memperlihatkan Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak berikut jalan yang menghubungkannya tersebut hampir segaris (hanya meleset beberapa derajat). Tata ruang tersebut mengandung makna "sangkan paraning dumadi" yaitu asal mula manusia dan tujuan asasi terakhirnya[Pocung].
Dari Panggung Krapyak menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "sangkan" asal mula penciptaan manusia sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat dilihat dari kampung di sekitar Panggung Krapyak yang diberi nama kampung Mijen (berasal dari kata "wiji" yang berarti benih). Di sepanjang jalan D.I. Panjaitan ditanami pohon asam (Tamarindus indica) dan tanjung (Mimusops elengi) yang melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari Tugu menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "paran" tujuan akhir manusia yaitu menghadap penciptanya. Tujuh gerbang dari Gladhag sampai Donopratopo melambangkan tujuh langkah/gerbang menuju surga (seven step to heaven)[Pocung].
Tugu golong gilig (tugu Yogyakarta) yang menjadi batas utara kota tua menjadi simbol "manunggaling kawulo gusti" bersatunya antara raja (golong) dan rakyat (gilig). Simbol ini juga dapat dilihat dari segi mistis yaitu persatuan antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (ciptaan). Sri Manganti berarti Raja sedang menanti atau menanti sang Raja.
Pintu Gerbang Donopratopo berarti "seseorang yang baik selalu memberikan kepada orang lain dengan sukarela dan mampu menghilangkan hawa nafsu". Dua patung raksasa Dwarapala yang terdapat di samping gerbang, yang satu, Balabuta, menggambarkan kejahatan dan yang lain, Cinkarabala, menggambarkan kebaikan. Hal ini berarti "Anda harus dapat membedakan, mana yang baik dan mana yang jahat".
Beberapa pohon yang ada di halaman kompleks keraton juga mengandung makna tertentu. Pohon beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) di Alun-alun utara berjumlah 64 (atau 63) yang melambangkan usia Nabi Muhammad. Dua pohon beringin di tengah Alun-alun Utara menjadi lambang makrokosmos (K. Dewodaru, dewo=Tuhan) dan mikrokosmos (K. Janadaru, jana=manusia). Selain itu ada yang mengartikan Dewodaru adalah persatuan antara Sultan dan Pencipta sedangkan Janadaru adalah lambang persatuan Sultan dengan rakyatnya. Pohon gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae)bermakna "ayem" (damai,tenang,bahagia) maupun "gayuh" (cita-cita). Pohon sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae) bermakna "sarwo becik" (keadaan serba baik, penuh kebaikan)[Murdani Hadiatmaja].
Dalam upacara garebeg, sebagian masyarakat mempercayai apabila mereka mendapatkan bagian dari gunungan yang diperebutkan mereka akan mendapat tuah tertentu seperti kesuburan tanah dan panen melimpah bagi para petani. Selain itu saat upacara sekaten sebagian masyarakat mempercayai jika mengunyah sirih pinang saat gamelan sekati dimainkan/dibunyikan akan mendapat tuah awet muda. Air sisa yang digunakan untuk membersihkan pusaka pun juga dipercaya sebagian masyarakat memiliki tuah. Mereka rela berdesak-desakan sekadar untuk memperoleh air keramat tersebut.
Benda-benda pusaka keraton juga dipercaya memiliki daya magis untuk menolak bala/kejahatan. Konon bendera KK Tunggul Wulung, sebuah bendera yang konon berasal dari kain penutup kabah di Makkah (kiswah), dipercaya dapat menghilangkan wabah penyakit yang pernah menjangkiti masyarakat Yogyakarta. Bendera tersebut dibawa dalam suatu perarakan mengelilingi benteng baluwerti. Konon peristiwa terakhir terjadi pada tahun 1947. Dipercayai pula oleh sebagian masyarakat bahwa Kyai Jegot, roh penunggu hutan Beringan tempat keraton Yogyakarta didirikan, berdiam di salah satu tiang utama di nDalem Ageng Prabayaksa. Roh ini dipercaya menjaga ketentraman kerajaan dari gangguan.
Keraton Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyak arti dan makna filosofis yang terdapat di seputar dan sekitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta ini juga diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu kental. Filosofi dan mitologi tersebut tidak dapat dipisahkan dan merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yang bernama keraton. Penataan tata ruang keraton, termasuk pula pola dasar landscape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang dipergunakan, bentuk arsitektur dan arah hadap bangunan, benda-benda tertentu dan lain sebagainya masing-masing memiliki nilai filosofi dan/atau mitologinya sendiri-sendiri.
Tata ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garis lurus Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak serta diapit oleh S. Winongo di sisi barat dan S. Code di sisi timur. Jalan P. Mangkubumi (dulu Margotomo), jalan Malioboro (dulu Maliyoboro), dan jalan Jend. A. Yani (dulu Margomulyo) merupakan sebuah boulevard lurus dari Tugu menuju Keraton. Jalan D.I. Panjaitan (dulu Ngadinegaran) merupakan sebuah jalan yang lurus keluar dari Keraton melalui Plengkung Nirboyo menuju Panggung Krapyak. Pengamatan citra satelit memperlihatkan Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak berikut jalan yang menghubungkannya tersebut hampir segaris (hanya meleset beberapa derajat). Tata ruang tersebut mengandung makna "sangkan paraning dumadi" yaitu asal mula manusia dan tujuan asasi terakhirnya[Pocung].
Dari Panggung Krapyak menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "sangkan" asal mula penciptaan manusia sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat dilihat dari kampung di sekitar Panggung Krapyak yang diberi nama kampung Mijen (berasal dari kata "wiji" yang berarti benih). Di sepanjang jalan D.I. Panjaitan ditanami pohon asam (Tamarindus indica) dan tanjung (Mimusops elengi) yang melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari Tugu menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "paran" tujuan akhir manusia yaitu menghadap penciptanya. Tujuh gerbang dari Gladhag sampai Donopratopo melambangkan tujuh langkah/gerbang menuju surga (seven step to heaven)[Pocung].
Tugu golong gilig (tugu Yogyakarta) yang menjadi batas utara kota tua menjadi simbol "manunggaling kawulo gusti" bersatunya antara raja (golong) dan rakyat (gilig). Simbol ini juga dapat dilihat dari segi mistis yaitu persatuan antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (ciptaan). Sri Manganti berarti Raja sedang menanti atau menanti sang Raja.
Pintu Gerbang Donopratopo berarti "seseorang yang baik selalu memberikan kepada orang lain dengan sukarela dan mampu menghilangkan hawa nafsu". Dua patung raksasa Dwarapala yang terdapat di samping gerbang, yang satu, Balabuta, menggambarkan kejahatan dan yang lain, Cinkarabala, menggambarkan kebaikan. Hal ini berarti "Anda harus dapat membedakan, mana yang baik dan mana yang jahat".
Beberapa pohon yang ada di halaman kompleks keraton juga mengandung makna tertentu. Pohon beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) di Alun-alun utara berjumlah 64 (atau 63) yang melambangkan usia Nabi Muhammad. Dua pohon beringin di tengah Alun-alun Utara menjadi lambang makrokosmos (K. Dewodaru, dewo=Tuhan) dan mikrokosmos (K. Janadaru, jana=manusia). Selain itu ada yang mengartikan Dewodaru adalah persatuan antara Sultan dan Pencipta sedangkan Janadaru adalah lambang persatuan Sultan dengan rakyatnya. Pohon gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae)bermakna "ayem" (damai,tenang,bahagia) maupun "gayuh" (cita-cita). Pohon sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae) bermakna "sarwo becik" (keadaan serba baik, penuh kebaikan)[Murdani Hadiatmaja].
Dalam upacara garebeg, sebagian masyarakat mempercayai apabila mereka mendapatkan bagian dari gunungan yang diperebutkan mereka akan mendapat tuah tertentu seperti kesuburan tanah dan panen melimpah bagi para petani. Selain itu saat upacara sekaten sebagian masyarakat mempercayai jika mengunyah sirih pinang saat gamelan sekati dimainkan/dibunyikan akan mendapat tuah awet muda. Air sisa yang digunakan untuk membersihkan pusaka pun juga dipercaya sebagian masyarakat memiliki tuah. Mereka rela berdesak-desakan sekadar untuk memperoleh air keramat tersebut.
Benda-benda pusaka keraton juga dipercaya memiliki daya magis untuk menolak bala/kejahatan. Konon bendera KK Tunggul Wulung, sebuah bendera yang konon berasal dari kain penutup kabah di Makkah (kiswah), dipercaya dapat menghilangkan wabah penyakit yang pernah menjangkiti masyarakat Yogyakarta. Bendera tersebut dibawa dalam suatu perarakan mengelilingi benteng baluwerti. Konon peristiwa terakhir terjadi pada tahun 1947. Dipercayai pula oleh sebagian masyarakat bahwa Kyai Jegot, roh penunggu hutan Beringan tempat keraton Yogyakarta didirikan, berdiam di salah satu tiang utama di nDalem Ageng Prabayaksa. Roh ini dipercaya menjaga ketentraman kerajaan dari gangguan.
Masih
banyak sekali nilai-nilai filosofis kehidupan yang terdapat pada
arsitektur Keraton Yogyakarta mulai dari interior dan eksterior. Hal
inilah yang membuat Sejarah Keraton Yogyakarta (Keraton Jogja) sangat
menarik dan membuat Keraton Yogyakarta juga sebagai warisan budaya yang
sangat bernilai di mata dunia.
Lokasi
Keraton
Yogyakarta berlokasi di pusat kota Yogyakarta. Halaman depan Keraton
berupa Alun-alun Utara Yogyakarta dan halaman belakang Keraton berupa
Alun-alun Selatan Yogyakarta.
Akses
Lokasi
dan letak Keraton Yoagyakarta yang berada di pusat kotta Yogyakarta
menjadikan akses menuju ke tempat tersebut sangat mudah, baik dengan
menggunakan kendaraan pribadi ataupun menggunakan kendaraan umum.
Harga Tiket
Lokal : RP. 7.000
Asing: 12.500
Tiket Camera : Rp. 1.000,-
Guide Tipping Rp 30.000,-
Museum
ini buka setiap hari kecuali jika ada upacara adat. Dibuka mulai pukul
09.00 - 14.00 kecuali hari Jumat hanya sampai pukul 13.00.
Fasilitas
Salah
satu fasilitas yang terdapat di Keraton ini yaitu adanya pertunjukan
yang diadakan setiap hari dengan jadwal sebagai berikut :
Senin – Selasa : Music Gamelan Dimulai jam 10.00 WIB
Rabu : Wayang Golek Menak Dimulai jam 10.00 WIB
Kamis : Pertunjukan Tari Dimulai jam 10.00 WIB
Jumat : Macapat Dimulai jam 09.00 WIB
Sabtu : Wayang Kulit Dimulai jam 09.30 WIB
Minggu : Wayang Orang & Pertunjukan Tari Dimulai jam 09.30 WIB
Fasilitas
lain yang mendukung kepariwisataan berupa tempat parkir kendaraan yang
terdapat di sekitar Pagelaran, Keben dan Alun-alun utara. Terdapat juga
deretan kios penjual cinderamata yang berada disekitar Keraton.
Referensi :
- http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-keraton-kasultanan-yogyakarta.html
- http://www.njogja.co.id/kota-yogyakarta/keraton-yogyakarta/
- Pocung episode Wewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat (Media)
Disclaimer !
Teks Alamat Lengkap Kraton Yogyakarta di atas adalah postingan sharing semata. Seluruh media yang tersedia di Cah Bantul ini hanyalah untuk berbagi wawasan dan info update terkini. Apabila ada kesamaan nama, alamat atau juga hal lain dalam postingan harap dimaklumi menimbang informasi digital adalah bentuk sosial media yang menjadi konsumsi publik, bukan sebagai hak milik.
0 Response to "Alamat Lengkap Kraton Yogyakarta"
Post a Comment