Mengapa Saya Memilih Tekonologi Kelautan

Indonesia> merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya atau lebih tepatnya dua pertiga bagiannya adalah wilayah perairan (laut). Oleh karena itu Indonesia mempunyai sumber daya laut yang sangat besar dan banyak jumlahnya. Dengan luas wilayah laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, melingkupi pantai sepanjang 81.000 kilometer atau setara dengan dua kali panjang khatulistiwa, bisa dipahami jika potensi kerawanan selalu muncul. Kondisi ini tentunya menuntut perhatian lebih, terutama jika mimpi menjadi penguasa laut Nusantara benar-benar ingin diwujudkan.

Masalahnya, dihadapkan pada kenyataan ini, TNI AL sebagai garda terdepan pengamanan laut Nusantara yang begitu luas hanya memiliki kurang dari 150 kapal perang. Itu pun hanya sepertiga yang berpatroli secara bergantian, sepertiga lagi dalam posisi siaga dan sisanya dalam perawatan.

Jalesveva Jayamahe selogan itu apakah sekarang masih berlaku ? Dengan melihat kondisi laut Indonesia yang sangat menyedihkan bahkan sangat memperihatikan ini slogan itu hanyalah menjadi mitos dan dongeng saja. Kita lihat saja kapal-kapal tempur kita yang sudah berusia berpuluh-puluh tahun tepatnya kapal sejak jaman penjajahan yang seharusnya sekarang sudah menikmati masa pensiun akan tetapi masih tetap dipaksakan untuk berpatroli pada masa sekarang.

Kawasan laut kita yang menempati posisi yang strategis menjadikan kita bisa berpotensi menghasilkan penghasilan yang banyak. Karena laut kita menjadi jalur perdagangan negara-negara maju akan tetapi negara Indonesia tidak terlalu memperhatikan dalam masalah ini. Negara yang seharusnya menjadi negara kaya akan tetapi kenyataannya sekarang masih banyak rakyat yang terlantar karena sulitnya untuk mencari kesejahteraan.

Di sektor perikanan, dari sekitar 6,7 juta ton ikan hasil tangkapan dari wilayah laut Indonesia per tahun, sebagian besar dinikmati oleh pengusaha-pengusaha asing. Di luar hasil tangkapan yang dicuri oleh nelayan asing, 80 persen lebih dari sekitar 7000 kapal penangkap berizin operasi di pengairan Nusantara milik pemodal dari luar yang diberi bendera Indonesia.

Kehadiran nelayan-nelayan asing bukan hanya merupakan pelanggaran kedaulatan bangsa, akan tetapi yang lebih parah adalah mematikan nelayan-nelayan lokal yang dalam hal teknologinya kalah jauh dengan nelayan-nelayan asing.

Selain harus bersaing dengan nelayan asing yang mana mempunyai modal kuat, nelayan-nelayan lokal juga harus menyiasati berbagai kesulitan akibat ketidak berpihakan pemerintah atas nasib mereka, termasuk di dalamnya kenaikan bahan bakar minyak yang "menggila" sejak beberapa tahun terakhir. Kearifan lokal yang mereka warisi juga ikut terdesak oleh penggunaan teknologi maju di bidang perikanan.

Jika tradisi besar kelautan sudah hilang, sebagai tradisi kecilpun yang masih melekat pada masyarakat yang tinggal di pesisir kondisinya sangat menyedihkan. Datanglah ke kampung-kampung nelayan atau ke pelabuhan rakyat yang tersebar di muara sungai, pesisir pantai, dan pulau-pulau kecil. Kemiskinan dan keterbelakangan menjadi pandangan umum di daerah itu.

Penyababnya tak lain karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap upaya pemberdayaan masyarakat pesisir. Matra laut dikesampingkan, dan laut Nusantara pun jadi jarahan nelayan-nelayan asing, baik yang beroperasi secara legal maupun yang beroperasi secara ilegal.

Bagaimana bisa sejahtera untuk mendapatkan modal dari pemerintah saja susahnya bukan main untung-untung ada rentenir yang mau meminjamkan uang untuk menangkap ikan, sewa kapal berikut bahan bakarnya serta untuk kebutuhan hidup selama melaut. Tapi hasil dari tersebut juga hanya untuk menutup utang.

Nyanyian yang berbunyi "Nenek moyangku seorang pelaut" sekarang hanya menjadi nyanyian belaka kebanggaan atas nyanyian tersebut telah hilang. Banyak cerita tentang ketangguhan dan kehebatan nenek moyang kita di lautan akan tetapi tidak ada yang ingin mengembalikan atau meneruskan kehebatan nenek moyang tersebut. Orang-orang sekarang cenderung memilih untuk memakmurkan daratan dengan cara membangun daratan dan membiarkan sumber daya laut kita dijarah oleh negara-negara asing. Kita telah terpengaruh dengan kolonialisme yang mementingkan daratan. Kita menggembor-gemborkan kalau negara kita negara agraris padahal untuk kebutuhan makan rakyatnya saja kita harus mendatangkan beras dari luar negeri. Inikah yang disebut negara agraris ?

Jika kita masih setia pada ikrar sebagai negara kepulauan "archipelagic state" yang dalam pengertian dasarnya adalah " laut utama " dan "bukan pulau yang berada di laut " sudah sewajarnya jika kita kembali ke akar sejarah sebagai bangsa bahari. Bukan saja fakta memperlihatkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia adalah laut, berbagai kajianpun menunjukkan bahwa masa depan umat manusia ada di laut.

Saya pada saat memilih Teknologi Kelautan belum tahu menahu tentang kondisi Indonesia. Ayahku hanya bilang bahwa bidang kelautan itu bagus bidang yang langka orang-orangnya jadi prospek kerja menjadi lebih banyak. Jadi pada saat memilih Teknologi Kelautan saya hanya berorientasi pada materi saja. walaupun banyak orang yang berkata " Kenapa memilih jurusan Teknologi Kelautan mendingan memilih pertanian, dokter atau guru saja". Tanggapan-tanggapan itu tidak membuatku kendur untuk masuk di Teknologi Kelautan aku percaya pada orang tuaku karena tidak mungkin menjerumuskan anaknya pada hal yang buruk.

Akhirnya setelah saya mulai mengetahui tentang pentingnya mempelajari tentang kelautan maka saya menjadi lebih semangat untuk mempelajari tentang kelautan untuk mengembalikan kejayaan laut Indonesia yang telah lama tertidur dan hanya menjadi angan-angan. Pelajaran tentang kelautan sangat berarti bagi kita yang latar belakangnya adalah bangsa maritim. Kita harus bisa meneruskan perjuangan nenek moyang kita di bidang kelautan dan jerih payah Djoeanda yang mendelegasikan Indonesia sebagai negara kepulauan "archipilagic state" pada 13 desember 1957 yang akhirnya setelah perjuangan yang begitu berat PBB menerima klaim bahwa Indonesia pada tahun 1982.

Saya ingin menjadi salah satu orang yang melanjutkan dan memakmurkan Indonesia di bidang kelautan dengan cara saya belajar tentang Teknologi Kelautan yang akhirnya bisa diapklikasikan ke masyarakat pesisir untuk membangun kembali negara maritim. Agar lautan negara kita tidak dijarah oleh orang asing, agar Indonesia bisa menjadi negara maju bidang kelautan Indonesia tidak kalah dengan negara maju lainya.

Disclaimer !

Teks di atas adalah postingan sharing semata. Seluruh media yang tersedia di Cah Bantul ini hanyalah untuk berbagi wawasan dan info update terkini. Apabila ada kesamaan nama, alamat atau juga hal lain dalam postingan harap dimaklumi menimbang informasi digital adalah bentuk sosial media yang menjadi konsumsi publik, bukan sebagai hak milik.

Berlangganan Update via Email:

0 Response to "Mengapa Saya Memilih Tekonologi Kelautan"

Post a Comment